Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum mendeteksi adanya penularan virus Nipah di Indonesia hingga kini. Kendati begitu, pemerintah tetap melakukan mencegahan dengan memperketat pengawasan di pintu masuk.
Kebijakan tersebut sesuai Surat Edaran (SE) Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Nomor HK.02.02/C/4022/2023. SE diteken pada Senin (25/9).
"Mengingat letak geografis Indonesia berdekatan dengan negara yang melaporkan wabah, sehingga kemungkinan risiko penyebaran dapat terjadi," ucap Dirjen P2P Kemenkes, Maxi Rein Rondonuwu.
Dalam SE itu, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP), Dinas Kesehatan (Dinkes) daerah, dan fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) diminta melakukan pemantauan kasus dan negara terjangkit melalui kanal infeksiemerging.kemkes.go.id dan who.int/emergencies/disease-outbreak-news.
Selain itu, meningkatkan pengawasan terhadap orang, alat angkut, barang bawaan, lingkungan, vektor, hingga binatang pembawa penyakit di pelabuhan, bandar udara dan pos lintas batas negara (PLBN). Utamanya yang berasal dari negara terjangkit.
Kemudian, memantau kasus sindrom demam akut yang disertai gejala pernapasan akut, kejang, atau penurunan kesadaran serta memiliki riwayat perjalanan dari daerah terjangkit. Upaya deteksi dan respons selanjutnya merujuk Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nipah 2021, yang dapat diunduh melalui laman infeksiemerging.kemkes.go.id/document/pedoman-pengendalian-penyakitvirus-nipah/view.
Fasyankes pun diminta memantau dan melaporkan kasus yang ditemukan sesuai pedoman melalui laporan surveilans berbasis kejadian (event based surveillance/EBS) kepada Ditjen P2P melalui aplikasi SKDR dan Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) via nomor telepon/WhatsApp 0877 7759 1097.
Untuk spesimen kasus suspek, dikirimkan ke Balai Besar Laboratorium Biologi Kesehatan di Jakarta untuk pemeriksaan. Adapun laporan penemuan kasus suspek/probable/konfirmasi dari fasyankes harus dilakukan investigasi dalam 1×24 jam, termasuk pelacakan kontak erat (tracing).
Diketahui, virus Nipah tergolong genus Henipavirus dan famili Paramyxoviridae. Virus Nipah menyebabkan penyakit emerging zoonotik, yang penularannya kepada manusia melalui kontak langsung dengan orang ataupun hewan terinfeksi atau makanan yang terkontaminasi.
Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada wabah yang terjadi pada peternak babi di sebuah desa di Sungai Nipah, Malaysia, pada 1998-1999 hingga akhirnya menular hingga ke Singapura. Kasus pada manusia juga dilaporkan di India, Bangladesh, dan Filipina.
Gejala klinis orang yang terinfeksi virus Nipah bervariasi, mulai dari tanpa gejala, infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ringan hingga berat, serta ensefalitis yang fatal. Pada kasus yang berat, ensefalitis, dan kejang, akan muncul dan berlanjut menjadi koma dalam 24-48 jam hingga kematian. Tingkat kematian akibat penyakit Nipah diprediksi sekitar 40%-75%.
Pada 12 September 2023, pemerintah Kerala, India, melaporkan kembali adanya wabah penyakit Nipah, yang sebelumnya dilaporkan pada 2021. Per 18 September 2023, telah dilaporkan 6 kasus konfirmasi dengan dua kematian (CFR 33,33%) di Distrik Kozhikode. Dari 6 kasus konfirmasi tersebut, satu kasus merupakan tenaga kesehatan (nakes) dan satu kasus lain merupakan anak-anak.
Per 19 September 2023, sebanyak 1.286 kontak erat telah diidentifikasi dan dalam pemantauan. Berdasarkan penilaian pemerintah India, situasi penyakit Nipah bukan merupakan wabah besar karena terjadi lokal terbatas pada 2 distrik di Kerala, Kozhikode dan Malappuram.